Sinopsis, Karakteristik, Hal-Hal Menarik, Isi, Amanat, dan Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Cerita Rakyat Talaga Warna
Telaga Warna
Dahulu, di Jawa Barat
terdapat sebuah kerajaan yang diperintah oleh seorang raja dan permaisuri yang
sangat arif dan bijaksana. Raja tersebut biasa dipanggil ‘sang Prabu’ oleh
rakyatnya. Tidak heran jika sang Prabu dicintai oleh rakyatnya. Negerinya aman
dan tenteram. Rakyatnya pun hidup damai dan sejahtera.
Dari
semua itu, ternyata masih ada satu hal yang membuat sang Prabu dan
permaisurinya gundah gulana. Mereka belum juga dikarunia seorang anak. Padahal,
berbagai tabib terkenal telah mereka datangkan. Tapi, tidak satu pun yang
berhasil mewujudkan keinginan mereka.
Suatu
hari, sang Prabu dan Permaisuri memanggil penasihat istana. Ia mengungkapkan
kegundahannya selama ini. “Paman penasihat, aku selalu terbangun tengah malam.
Sebab, aku selalu bermimpi buruk. Dalam mimpiku, aku telah wafat dan kerajaan
menjadi kacau tanpa seorang penerus tahta kerajaan. Tidak ada yang melindungi
dan memperhatikan rakyatku.” ucap sang Prabu.
“Hamba
kira itu kekhawatiran Baginda saja. Bagaimana jika Baginda dan Permaisuri mengangkat
seorang anak?” tanya penasihat.
“Tidak.
Kami hanya ingin anak dari keturunan kami sebagai penerus tahta kerajaaan.”
jawab sang Prabu dan Permaisuri.
Hari
berganti hari, tapi Permaisuri belum juga dikaruniai anak. Ia selalu terlihat
murung. Melihat hal itu, sang Prabu sangat sedih. Ia pun pergi ke hutan untuk
bertapa dan berdoa agar dikaruniai anak.
Berbulan-bulan
sudah sang Prabu meninggalkan istana. Ternyata usahanya tidaklah sia-sia.
Setelah penantian yang panjang dengan diiringi doa, akhirnya Permaisuri
mengandung. Kebahagiaan menyelimuti seluruh kerajaan. Rakyat pun bergembira
mendengar kehamilan sang permaisuri. Dengan membawa bermacam-macam hadiah,
rakyat datang ke istana untuk memberi selamat.
Sembilan
bulan pun berlalu, Permaisuri melahirkan seorang bayi perempuan yang mungil dan
sangat cantik. Semua rakyat kembali memberikan berbagai hadiah untuk sang Putri
kecil.
Tahun
telah berlalu, Putri kecil tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. Tidak
berapa lama lagi sang Putri akan merayakan ulang tahunnya yang ke-17. Seluruh
istana sibuk mempersiapkan pesta yang sangat mewah karena semua rakyat akan
diundang untuk berpesta.
Hadiah-hadiah
untuk sang Putri pun mulai membanjiri istana. Sang Prabu sibuk mengumpulkan dan
menyimpan hadiah-hadiah itu dalam sebuah ruangan istana yang sangat luas. Oleh
sang Prabu, hadiah itu digunakan sewaktu-waktu untuk kepentingan rakyat. Prabu
hanya mengambil sedikit emas dan permata untuk dijadikan sebagai hadiah ulang
tahun Putrinya.
“Hai
Tuan, tolong kau buatkan kalung yang paling indah di dunia untuk putriku
tercinta!” pinta sang Prabu kepada seorang ahli perhiasan.
“Dengan
senang hati Yang Mulia. Aku akan ciptakan kalung terindah untuk sang Putri yang
sangat cantik.” kata ahli perhiasan bersedia.
Hari
ulang tahun yang dinanti-nantikan akhirnya datang juga. Semua penduduk negeri
berkumpul di alun-alun istana. Alun-alun istana kini telah disulap menjadi
sebuah tempat pesta yang sangat indah dengan hiasan bunga-bunga yang cantik.
Makanan-makanan lezat dan iringan musik pun membuat suasana pesta semakin
meriah.
Permaisuri
dan sang Prabu keluar dari istana menemui para penduduk negeri yang sejak pagi
sudah berkumpul berdesak-desakan. Sambutan hangat dari mereka menambah
kemeriahan pesta. Sambutan semakin hangat ketika sang Putri yang sangat cantik
keluar dari istana. “Wah…, sang Putri memang benar-benar cantik.” Puji seluruh
undangan yang hadir saat itu.
Suara
yang mengelu-elukan dan mengagungkan keluarga istana pun ramai terdengar.
“Hidup Raja…, hidup Permaisuri…, hidup Putri….”
Ia pun menghadap raja
dan permaisuri, “Ananda menghadap, Ayahanda, Ibunda.” ucapnya lembut.
Kemudian, sang Prabu
bangun dari singgasana dan menyerahkan hadiah istimewanya. “Putriku yang
tercinta, terimalah hadiah istimewa dari seluruh penduduk negeri ini untukmu.
Mereka sangat mencintaimu.” ujarnya.
Kemudian,
sang Putri menerima hadiah itu dan membukanya. Ketika melihat kalung tersebut,
ia berkata, “Ah, kalung apa ini? Aku tidak mau memakainya. Kalung ini jelek.”
Kalung
itu dibuangnya ke lantai hingga semua batunya terlepas dan bertebaran. Melihat
kejadiaan itu, semua undangan yang hadir terdiam. Tidak ada seorang pun yang
berani berkata-kata.
Tidak
berapa lama, terdengar suara tangis. Ternyata, suara itu berasal dari
Permaisuri yang kecewa terhadap sikap anaknya. Permaisuri sedih melihat hadiah
yang diberikan oleh seluruh penduduk negeri tidak dihargai.
Semua
yang hadir di pesta itu pun sangat sedih dan akhirnya menangis. Istana
dibanjiri air mata. Hal yang tidak terduga pun terjadi, tiba-tiba saja muncul
mata air dari alun-alun istana. Semakin lama, mata air itu semakin deras
sehingga membentuk danau dan menenggelamkan istana.
Danau
itu disebut Talaga Warna. Sebab, danau itu dapat berubah warna sehingga tampak
indah. Warna itu berasal dari bayangan hutan, tanaman, bunga-bunga, dan langit
di sekitar telaga. Konon, para penduduk mempercayai bahwa warna-warna tersebut
berasal dari batu-batu kalung sang putri yang tersebar di dasar telaga.
KETERANGAN
1)
Sinopsis
dari cerita rakyat “Talaga Warna” sebagai berikut.
Dahulu, di Jawa Barat terdapat sebuah kerajaan yang
diperintah oleh seorang raja dan permaisuri yang sangat arif dan bijaksana.
Raja tersebut biasa dipanggil ‘sang Prabu’ oleh rakyatnya. Sang Prabu dan
permaisuri ingin mempunyai anak tetapi mereka belum juga dikarunia seorang
anak. Sang Prabu pun pergi ke hutan untuk bertapa dan berdoa agar dikaruniai
anak. Setelah penantian yang panjang dengan diiringi doa, akhirnya Permaisuri
mengandung. Permaisuri pun melahirkan seorang bayi perempuan yang mungil dan
sangat cantik.
Putri kecil tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik.
Tidak berapa lama lagi sang Putri akan merayakan ulang tahunnya yang ke-17.
Hari ulang tahun yang dinanti-nantikan akhirnya
datang juga. Semua penduduk negeri berkumpul di alun-alun istana. Sang Putri
menerima hadiah itu dan membukanya. Ketika melihat hadiah tersebut yang berupa
kalung, ia membuangnya ke lantai hingga
semua batunya terlepas dan bertebaran.
Permaisuri menangis karena kecewa terhadap sikap
anaknya. Semua yang hadir di pesta itu pun sangat sedih dan akhirnya menangis.
Istana dibanjiri air mata. Hal yang tidak terduga pun terjadi, tiba-tiba saja
muncul mata air dari alun-alun istana. Semakin lama, mata air itu semakin deras
sehingga membentuk danau dan menenggelamkan istana.
2)
Karakteristik atau ciri-ciri cerita rakyat “Talaga Warna”,
yaitu:
·
Menghubungkan
Cerita dengan Kejadian Suatu Tempat atau Alam.
Cerita rakyat “Talaga Warna”
menceritakan tentang asal-usul terjadinya
Danau Talaga Warna.
·
Anonim
/ Tanpa Nama Pengarang
Cerita rakyat tersebut tidak
diketahui siapa nama pengarangnya.
·
Milik
Bersama
Siapa saja boleh memiliki cerita rakyat
tersebut (kecuali orang yang bukan berkewarganegaraan Indonesia) hal ini
dikarenakan cerita rakyat tersebut adalah milik bangsa Indonesia.
·
Mempunyai
Banyak Versi
Cerita rakyat “Talaga Warna”
mempunyai banyak versi yang berbeda-beda.
·
Disampaikan
Secara Lisan
Cerita rakyat tersebut disampaikan
dari mulut ke mulut.
·
Berkisah
Tentang Kerajaan (Istana Sentris)
Cerita
rakyat “Talaga Warna” menceritakan tentang suatu kerajaan di Jawa Barat.
·
Bersifat
Tradisional
Cerita rakyat tersebut bersifat tradisional.
Hal ini dapat dilihat dari kalimat “Padahal, berbagai tabib terkenal telah
mereka datangkan.” Tabib merupakan orang yang dianggap dapat membantu.
3)
Hal-hal
menarik (tempat) dari cerita rakyat “Talaga Warna” yaitu:
· Talaga Warna adalah nama danau yang
terletak di Jawa Barat. Danau itu disebut Talaga Warna, sebab danau itu dapat
berubah warna sehingga tampak indah. Warna itu berasal dari bayangan hutan,
tanaman, bunga-bunga, dan langit di sekitar telaga. Konon, para penduduk
mempercayai bahwa warna-warna tersebut berasal dari batu-batu kalung sang putri
yang tersebar di dasar telaga.
· Sebelum menjadi Danau Talaga Warna,
tempat tersebut dulunya adalah sebuah
kerajaan/istana.
4) Isi yang terdapat dalam cerita
rakyat “Talaga Warna” adalah seseorang yang tidak menghargai
pemberian orang lain.
5)
Amanat
yang terdapat dalam cerita rakyat “Talaga Warna”, yaitu:
· Sabar dan terimalah apa yang telah Tuhan
anugerahkan kepada kita. Sebab, apa pun keputusan-Nya pasti mempunyai maksud
baik untuk kita.
· Hargailah pemberian orang lain agar
mereka senang. Jangan pernah mengecewakan orang lain.
6)
Nilai-nilai
yang terkandung dalam cerita rakyat “Talaga Warna”, yaitu:
·
Nilai
Moral
Sang Putri tidak menghargai hadiah
yang diberikan oleh seluruh penduduk negeri tersebut.
·
Nilai
Religi
Sang Prabu pergi ke hutan untuk
bertapa dan berdoa agar dikaruniai anak.
·
Nilai
Budaya
Orang zaman dahulu selalu pergi ke
tabib jika sakit atau hal-hal lainnya. Tabib merupakan orang yang dianggap
dapat membantu.
0 komentar